Pendidikan Untuk Siapa ?


Sabtu, 6 Juli 2018
Setiap manusia berhak memperoleh pendidikan yang terbaik bagi diri sendiri, karena merupakan hak asasi manusia. Pendidikan juga tak sepenuhnya akan menjamin kelak akan menjadi apa tapi pendidikan merupakan jembatan bagi seseorang untuk mewujudkan mimpinya. Di Indonesia sudah banyak diatur keputusan – keputusan yang baik untuk dunia pendidikan, seperti adanya BOS  (Bantuan Operasional Siswa), Sertifikasi Guru dan Wajib Belajar 12 tahun. Indonesia menganggarkan 20% dari APBN nya untuk pendidikan, karena menyadari pendidikan merupakan investasi jangka panjang untuk membentuk SDM yang unggul. Berbagai kebijakan dan kurikulum telah dicoba dan diterapkan dengan tujuan yang sama yaitu memajukan pendidikan Indonesia. Ujian Nasional kali ini juga telah mengalami perubahan dari awalnya menggunakan kertas dan pensil kini  menjadi berbasis komputer.
Penerimaan peserta didik tahun ini juga lebih baik dari tahun sebelumnya, sudah online. Akan tetapi PPDB tahun ini mengalami banyak keluhan dari warga, dikarenakan adanya beberapa aturan baru. Aturan tersebut diantaranya adalah pembagian zona dan pemberian point bagi  calon siswa pemilik KIP atau SKTM. Untuk zona bisa kita terima dengan baik, pembagian wilayah yang bertujuan untuk mendekatkan siswa dengan sekolah terdekat. Jadi tidak terpusat semua siswa ingin sekolah di kota, tapi sudah dibagi berdasar wilayah mereka masing-masing. Untuk aturan yang kedua benar-benar telah menyakiti beberapa calon siswa. Ya KIP dan SKTM, bagi siswa yang mempunyai nilai tambah yang cukup besar dan diutamakan. Tentu saja ketika kita melihat jurnal PPDB SMK/A  akan ikut merasa kasian saat calon siswa yang nialinya tinggi dikalahkan oleh calon siswa yang memiliki KIP atau SKTM. Hal semacam ini tentunya akan sangat berdampak buruk bagi dunia pendidikan Indoneesia, bagaimana tidak anak-anak calon penerus bangsa ini ketika mereka tumbuh dewasa sudah diajarkan hal yang tidak benar untuk memperoleh sesuatu.
Keluarga dengan taraf ekonomi yang mampu bahkan berlebihan, akan menyuruh anaknya yang memiliki nilai UN rendah untuk mendaftar menggunakan SKTM dari petugas desa. Dan itu tidak terjadi pada satu keluarga tapi hampir dipastikan 85% keluarga pendaftar akan meminta SKTM dari desa agar anaknya diterima. Tentu saja hal ini tidak baik untuk dunia pendidikan Indonesia, karena tidak terjadi persaingan yang sportif untuk masuk atau melanjutkan ke sekolah yang mereka inginkan dan mengajari generasi generasi penerus kita untuk mengkhalalkan segala cara agar keinginanmu tercapai walaupun dengan menipu. Semoga pejabat terkait dapat merubah aturan KIP dan SKTM.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar